Sabtu, 19 Mei 2012

Ketahanan Pangan


Kemandirian suatu bangsa tercermin salah satunya adalah  kemampuan memenuhi sendiri kebutuhan pokok.
Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah pangan. Manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan. Beberapa ahli bahkan menyatakan kebutuhan atas pangan merupakan suatu hak asasi manusia yang paling dasar. Karena itu, usaha pemenuhan kebutuhan pangan merupakan tanggung jawab pemerintah yang mendasar terhadap rakyatnya. Dalam kaitan inilah maka dikembangkan konsep ketahanan pangan Indonesia, melalui Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 tahun 1996 tentang Pangan {UU Pangan) mendelinisikan ketahanan pangan sebagai suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumahtangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau (Hariyadi, 2011)
Secara umum RTRWN mengenai ketahanan pangan tidak sesuai dengan RPJMN dan RPJPN.  Hal ini dilandasi dengan alokasi, kebijakan dan strategi yang termaktub tidak memihak pada upaya untuk mencapai ketahanan pangan.
Dalam RTRWN hanya memuat keseimbangan dan keserasian antar sektor, sementara alokasi ruang untuk sektor-sektor tersebut tidak dijabarkan secara tegas dan lugas. Ketidaktegasan dan ketidaklugasan alokasi ruang dapat menjadikan ketidakseimbangan dan ketidakserasian. Sektor satu bisa dikalahkan dengan sektor lainnya.
Tujuan ketahanan pangan nasional berbanding terbalik dengan ketersediaan lahan pertanian yang ada di Indonesia. Data BPS menyebutkan adanya penuruanan luas lahan pertanian dari tahun 2009 ke tahun 2010 sebesar 0,1 %.
Fauzi (2007) mengungkapkan bahwa ketahanan  pangan  dapat  dikatakan  sebagai  suatu  sistem  yang terintegrasi antara tiga  sub-sistem,  yaitu  subsistem  ketersediaan (availability), distribusi (distribution and access),  dan konsumsi pangan (consumption,  nutrition,  health,  and  utilization). Terwujudnya ketahanan pangan merupakan interaksi yang sinergis mengupayakan  laju  pertumbuhan  pangan  yang  lebih cepat  dibanding  dengan  laju  pertumbuhan produksi  pangan  dalam negeri. Sementara itu,  pertumbuhan produksi pangan dalam negeri  terkendala oleh  tingginya  kompetisi pemanfaatan sumberdaya dan menurunnya kualitas sumberdaya alarn.
Penggambaran mengenai kompetisi pemanfaatan sumber daya alam dapat bercermin pada rumus matematika sederhana. Misal, luas sebidang tanah adalah 100 M2. 40 M2 digunakan untuk kandang sapi, 30 M2 untuk gudang susu dan 30 M2 untuk  rumput. Hal ini merupakan kondisi ideal (daya dukung, daya tampung, serta daya lenting) untuk hidup tiga ekor sapi . Jika luas kandang sapi ditambah menjadi 50 M2, gudang susu menjadi 40 M2 maka berapakah luasan untuk rumput? Maka anak kelas 4 SD sudah bisa menjawab 100M2 dikurangi 50M2, dikurangi 40 M2 sama dengan 10 M2. Maka kondisi padang rumput yang 10 M2 tidak lagi menjadi kondisi yang ideal bagi kehidupan 3 ekor sapi.
Contoh perhitungan tersebut menggambarkan keadaan Indonesia dimana luas daratannya tetap yaitu  1.904.569 KM2 . bahkan dengan adanya bencana serta abrasi pantai luas daratan semakin berkurang.
Jika asumsi daratan Indonesia tetap, sementara kawasan budidaya non pertanian seperti permukiman dan industri meningkat, maka kawasan pertanian secara rumus matematika SD dapat segera dijawab.
Penurunan kawasan pertanian merupakan sebab yang akan mengganggu ketahanan pangan nasional. Jika penentuan berapa luas kawasan pertanian tidak ditentukan dalam RTRWN maka bukan ketahanan pangan yang akan dicapai, melainkan ketergantungan terhadap negara lain. Jika negara lain tidak mau mengekspor, maka kelangkaan pangan nasional yang berakibat pada kelaparan nasional akan benar-benar terjadi.
Diperlukan upaya pengendalian yang dapat mengontrol laju alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian dengan menjadikan aspek daya dukung lingkungan dan ketersediaan lahan sebagai salah satu pertimbangan. Salah satu upaya pengendalian alih fungsi lahan pertanian dan perlindungan terhadap lahan pertanian produktif perlu didukung oleh suatu peraturan perundang-undangan yang (1) Menjamin tersedianya lahan pertanian yang cukup, (2) Mampu mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan nonpertanian secara tidak terkendali, dan (3) Menjamin akses masyarakat petani terhadap lahan pertanian yang tersedia (Departemen Pertanian, 2006).
Dalam RTRWN seharusnya ditentukan berapa minimal luas lahan pertanian yang seharusnya ada untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Penentuan dan tata cara apabila ada konversi dari lahan pertanian menjadi pemukiman, maka harus ada konversi dari lahan permukiman menjadi pertanian juga harus disebutkan.
Lahan  permukiman meningkat mengikuti pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat pula. Peningkatan jumlah penduduk pasti tidak jauh dari kebutuhan pangan. Pangan dihasilkan dari lahan pertanian. Ketahanan pangan akan tercapai jika luas lahan yang dibutuhkan tetap atau bertambah.
Jika konversi lahan pertanian tidak diatur dalam RTRWN, maka  ketahanan pangan yang dicita-citakan mustahil terlaksana. Ini artinya apa yang termuat dalam RPJPN dan RPJMN tidak termanifestasi di dalam RTRWN. Sampai kapan pun dan bagaimanapun ketahanan pangan tidak akan bisa dicapai.
Penentuan luas lahan pertanian didapat dari kajian daya dukung, daya tampung dan daya lenting. Sementara Indonesia belum memiliki kajian tentang ini. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dan DPR untuk melakukan kajian tersebut.
Walaupun dalam UU no.41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan telah ada, namun manifestasi luasan dalam RTRWN seharusnya ada  juga.

RFERENSI
Ariani, M. 2006. Penguatan Ketahanan Pangan Daerah untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Fauzi, A. 2007. Ketahanan Pangan Nasional Dan Peran Teknologi Pertanian. Bogor: Istitut Pertanian Bogor.
Supriatna, N. 2006. IPS Terpadu (Sosiologi, Geografi, Ekonomi, Sejarah).Bandung: Grafindo Media Pratama
Hariyadi, P. 2011. Menuju Ketahanan Pangan. Bogor: Istitut Pertanian Bogor.
Widmer, P. 2006. Pangan, Papan dan Kebun Berbunga. Yogyakarta: Kanisius

www.deptan.go.id/ Ketahanan Pangan
www.penataanruang.com /Kawasan Budidaya.
www.setneg.go.id/Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai.
www.bps.go.id/Luas Lahan Pertanian 2009-2010

PP No.26 Tahun 2008
UU No.7 Tahun 1996
UU No.17 Tahun 2007
UU No.41 Tahun 2009

PROSEDUR PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI


Perencanaan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya suatu proyek pembangunan. Permasalahnnya terkadang perencanaan pembangunan yang telah disusun tidak dapat diimplementasikan dengan efektif, sehingga pembangunan tidak bisa berjalan lancar, atau bisa berjalan tetapi tidak mencapai target-target yang telah ditentukan dalam perencanaan. Maka dalam proses perencanaan pembangunan, sangat diperlukan partisipasi masyarakat dalam penetapan kebijakan, rencana, dan program - program pembangunan.
Prosedur penyusunan RTRW provinsi menurut peraturan menteri meliputi:
Pada tahap pengumpulan data peran masyarakat/organisasi masyarakat dapat lebih aktif dalam bentuk:
a) pemberian data & informasi kewilayahan yang diketahui/dimiliki datanya;
b) pendataan untuk kepentingan penatan ruang yang diperlukan;
c) pemberian masukan, aspirasi, dan opini awal usulan rencana penataan ruang; dan
d) identifikasi potensi dan masalah penataan ruang.
Media yang digunakan untuk mendapatkan informasi/masukan dapat melalui:
a) kotak aduan;
b) pengisian kuesioner, wawancara;
c) website, surat elektronik, form aduan, polling, telepon, pesan singkat/SMS;
d) pertemuan terbuka atau public hearings;
e) kegiatan workshop, focus group disscussion (FGD);
f) penyelenggaraan konferensi; dan/atau
g) ruang pamer atau pusat informasi.
Pada tahap perumusan konsepsi RTRW provinsi, masyarakat terlibat secara aktif dan bersifat dialogis/komunikasi dua arah. Dialog dilakukan antara lain melalui konsultasi publik, workshop, FGD, seminar, dan bentuk komunikasi dua arah lainnya.
Pada kondisi keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang telah lebih aktif, maka dalam penyusunan RTRW provinsi dapat memanfaatkan lembaga/forum yang telah ada seperti:
a) satuan kerja (task force/technical advisory committee);
b) steering committee;
c) forum delegasi; dan/atau
d) forum pertemuan antar pemangku kepentingan.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan sangat penting agar mereka bukan hanya menjadi objek pembangunan tetapi juga sebagai subjek. Dengan demikian segala yang dilaksanakan dan dihasilkan dapat mereka hasilkan manfaatnya. Disamping itu pembangunan tidak akan mencapai hasil yang optimal dan keberhasilan yang dicapainya tidak dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat secara merata tanpa partisipasi aktif mereka.
Dalam perencanaan pembangunan di daerah, kualitas perencanaan pembangunan sangat ditentukan oleh sejauhmana perencanaan pembangunan tersebut mampu melibatkan  partisipasi masyarakat.   Partisipasi masyarakat  dalam tahap perencanaan pembangunan merupakan tingkatan yang paling tinggi bila diukur dari derajat keterlibatan masyarakat. Slamet (1986) dalam salahuddin (2012) menyatakan  bahwa dalam tahap perencanaan pembangunan, masyarakat sekaligus diajak turut membuat keputusan yang mencakup perumusan tujuan, maksud dan target program pembangunan.
Dalam praktek komunikasi, channel/media tidak selalu diperlukan oleh komunikator. Artinya komunikasi dapat dilakukan secara langsung tanpa medium, di mana isi pesan komunikator sampai kepada komunikan tanpa melalui media dan feedback dari komunikan kepada komunikator juga tidak melalui media. Proses komunikasi seperti ini disebut sebagai komunikasi langsung atau face to face/direct communication.
Ada beberapa ciri komunikasi face to face,  atau komunikasi yang menggunakan saluran antar pribadi, yaitu:
1) arus pesan yang cenderung dua arah;
2) konteks komunikasinya tatap muka;
3) tingkat umpan balik yang terjadi tinggi;
4) kemampuan mengatasi tingkat selektivitas terutama (selective exposure) tinggi;
5) kecepatan jangkauan terhadap audience yang besar relatif lambat;
Pada tahap masukan, metode partisipasi masyarakat dengan cara terjun langsung ke tengah-tengah masyarakat melaui face to face adalah cara yang terbaik. Karena masyarakat cenderung akan lebih nyaman menyampaikan aspirasinya di tempat asalnya. Pendapat-pedapatnya akan lebih alami. Hal ini akan berbeda ketika mereka diundang dalam satu acara.
Peran serta masyarakat dalam penataan ruang menjadi hal yang sangat penting dalam rangka menciptakan wilayah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan dengan dibangun berdasarkan kearifan lokal yang mengutamakan kepentingan masyarakat.

Berdasar hal tersebut diatas, maka terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :
  1. Menempatkan posisi masyarakat sesuai dengan hak dan kewajibannya sebagai pelaku pembangunan wilayah dengan difasilitasi oleh pemerintah.
  2. Meningkatkan upaya-upaya untuk mendorong public awarness, public services, dan public campaign.
  3. Mendorong dan meningkatkan terus fungsi kelembagaan penataan ruang yang efektif yang dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang
Partisipasi masyarakat yang dilakukan dengan baik dapat menghasilkan perencanaan RTRW provinsi baik. Namun, masyarakat yang tertuang dalam prosedur RTRW ini tidak jelas. Masyarakat yang mana dan dari kalangan mana yang harus ikut berpartisipasi. Walaupun partisipasi masyarakat ini dilakukan dengan baik, hal ini tidak mewakili kepentingan masyarakat dan konflik kepentingan dan sosial akan terjadi dikemudian hari. Kejelasan tentang masyarakat yang mana dan dari kalangan mana yang harus ikut berpartisipasi harus dicantumkan.
Oleh karena itu, masyarakat yang ikut berpartisipasi harus ditentukan oleh peraturan menteri ini. Misalnya menentukan dari kalangan akademisi, masyarakat adat, agamawan dan lainnya serta  minimal jumlah juga harus ditentukan, berapa persen dari total jumlah penduduk. Sehingga proses perencanaan akan berjalan dengan baik dan seluruh lapisan masyarakat merasa ikut memiliki RTRW provinsi yang akan dibuat. Ketika sudah selesai dan disahkan menjadi Perda, masyarakat akan melaksanakan dan menaatinya.
Referensi
Salahuddin. 2012. Pengaruh Komunikasi Interaksional Terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Di Kota Kendari. Jurnal Stimuli Ilmu Komunikasi Edisi III, Januari 2012. Jurusan Agribisnis Minat Studi Penyuluhan dan Pengembangan Masyarakat. Universitas Haluoleo Kendari
Ali, M. 2009. Pendidikan untuk pembangunan nasional: menuju bangsa Indonesia yang mandiri dan berdaya saing tinggi. Grasindo
Zulkifli, T. 2011. Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan (Studi tentang Perencanaan Pengembangan Tapak Kawasan Wisata Telaga Ngebel,Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo). Tesis. Universitas Brawijaya.
Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Peraturan menteri pekerjaan umum nomor : 15/prt/m/2009 tentang pedoman penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi